Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia
A. Proses Kedatangan Bangsa Barat Hingga Terbentuknya Pemerintahan Kolonial
1. Latar belakang kedatangan Bangsa Eropa ke Indonesia
a. Adanya Perang Salib (1070-1291); Perang ini mengakibatkan kota Konstantinopel (Byzantium) jatuh ke tangan Turki Utsmani pada tahun 1453. Sehingga penguasa Turki pada saat itu yakni Sultan Mahmud II menutup pelabuhan Konstantinopel bagi orang-orang Eropa. Hal ini membuat orang-orang Eropa kesulitan mendapat rempah-rempah.
b. Keinginan mencari rempah-rempah; Keadaan ini karena adanya hal-hal di atas, sehingga rempah-rempah sulit dicari dan mahal harganya. Oleh sebab itu orang-orang Eropa berupaya untuk mencari daerah asal rempah-rempah.
c. Penjelajahan samudra; Faktor pendorong penjelajahan samudra diantaranya keinginan mencari kekayaan (gold), keinginan menyebarkan agama (gospel), keinginan mencari kejayaan (glory), adanya semangat reconguesta (semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di mana pun yang dijumpainya sebagai tindak lanjut dari Perang Salib), perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, adanya buku Imago Mundi yang menceritakan perjalanan Marco Polo (1271-1292), adanya teori Heliosentris dari ajaran Copernicus yang menyatakan bahwa bumi itu bulat.
2. Bangsa Eropa yang melakukan penjelajahan
a. Bangsa Portugis, tokoh yang melakukan penjelajahan diantaranya:
1) Bartholomeu Diaz (1450-1500), berhasil mengarungi samudra hingga ke Benua Afrika (Tanjung Harapan) pada tahun 1486.
b. Bangsa Spanyol, tokoh yang melakukan penjelajahan diantaranya:
1) Christopher Columbus (1451-1506), bersama Amerigo Vespucci menemukan Benua Amerika.
2) Ferdinand Magelhaens (1519-1521), melakukan ekspedisi hingga ke Kepulauan Filipina pada tahun 1920.
3) Ferdinand Cortez, berhasil menduduki Mexico tahun 1519 dengan menaklukkan suku Indian yaitu Kerajaan Aztec dan suku Maya di Yucatan.
4) Pizzaro, berhasil menaklukkan kerajaan Indian di Peru yaitu suku Inca tahun 1530.
c. Bangsa Inggris, tokoh yang melakukan penjelajahan diantaranya:
1) Sir Francis Drake (1577-1580), melakukan pelayaran keliling dunia hingga memborong rempah-rempah di Ternate.
2) Pilgrim Fathers, melakukan pelayaran pada tahun 1607 hingga mendarat di Amerika Utara.
3) Sir James Lancester berhasil mendarat di Aceh dan Penang pada tahun 1591, pada tahun 1602 berhasil mendarat di Aceh yang dilanjutkan ke Banten.
4) Sir Henry Middleton, pada tahun 1604 berhasil mendarat di Ternate, Tidore, Ambon dan Banda.
5) William Dampier, pada tahun 1688 berhasil mendarat di Australia kemudian melanjutkan pelayaran dengan menelusuri pantai ke arah Utara.
6) James Cook, pada tahun 1770 berhasil mendarat di Pantai Timur Australia sehingga diklaim sebagai penemu Benua Australia.
d. Bangsa Belanda, tokoh yang melakukan penjelajahan diantaranya:
1) Barentz, pada tahun 1594 mencari daerah Timur (Asia) melalui jalur lain yaitu ke Utara.
3) Jacob van Neck, berhasil mendarat di Banten pada 28 November 1598 dan berhasil mendapatkan rempah-rempah yang banyak. Sehingga banyak pedagang Belanda yang datang ke Indonesia. Atas usulan Johan van Oldenbarnevelt dibentuklah kongsi dagang Belanda pada 20 Maret 1602 yang bernama Vereenigde Oost IndischeCompagnie (VOC). VOC dipimpin oleh Gubernur Jenderal, sebagai Gubernur Jenderal yang pertama yaitu Gubernur Jenderal Pieter Both pada tahun 1609. Kemudian diganti oleh Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen tahun 1617.
Tujuan dari pembentukan kongsi dagang ini adalah menghindarkan persaingan yang tidak sehat antarpedagang Belanda sendiri, memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dengan pedagang-pedagang Eropa lain misalnya East India Company (EIC), membantu pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spanyol yang menguasainya, melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Dalam menjalankan tugasnya, VOC memiliki hak khusus yaitu hak oktroi (hak untuk dapat bertindak sebagai negara sendiri). Hak tersebut meliputi memonopoli perdagangan, memiliki tentara sendiri dan mendirikan benteng-benteng, mencetak dan mengedarkan mata uang sendiri, mengangkat pegawai dari kalangan Belanda atau pribumi, membuat peradilan sendiri, memerintah di negeri jajahan.
Setelah berkuasa ± 200 tahun, VOC mengalami kebangkrutan dan dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Hal ini disebabkan kas VOC kosong, pegawai VOC yang korupsi, banyaknya biaya untuk perang, tidak mampu bersaing dengan kongsi dagang lain, adanya perdagangan gelap.
4) Abel Tasman, berhasil berlayar mencapai perairan di sebelah Tenggara Australia dan menemukan Pulau Tasmania pada tahun 1642.
B. Kebijakan Pemerintah Kolonial serta Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Ekonomi Rakyat
1. Kebijakan pemerintahan kolonial pada masa Herman Willem Daendels (1808-1811)
Gubernur Jenderal Daendels di kirim ke Indonesia pada tanggal 1 Januari 1808 atas perintah dari Kaisar Louis Napoleon Bonaparte dari Prancis. Tugas utama dari Daendels yaitu mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris. Untuk melaksanakan tugasnya tersebut Daendels mengambil langkah-langkah yaitu merekrut tentara, pendirian benteng, pabrik mesiu/senjata di Semarang dan Surabaya serta rumah sakit tentara; membuat jalan dari Anyer sampai Panarukan dengan panjang sekitar 1.100 km; membangun pelabuhan di Anyer dan Ujung Kulon untuk kepentingan perang; memberlakukan kerja rodi atau kerja paksa untuk membangun pangkalan tentara.
Untuk memperoleh dana guna membiayai program-programnya tersebut, Daendels melakukan tindakan yaitu contingenten (kewajiban menyerahkan sebagian hasil bumi),verplichte leverantie (kewajiban rakyat menjual hasil bumi kepada Belanda), preanger stelsel (kewajiban bagi rakyat Priangan menanam kopi), menjual tanah-tanah milik negara kepada kalangan kaum swasta.
Karena langkah-langkahnya yang kejam tersebut, maka Kaisar Louis Napoleon Bonaparte pada tahun 1811 menarik Daendels kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens.
2. Kebijakan pemerintahan kolonial pada masa Jan Willem Janssens (1811)
Sebagai seorang Gubernur Jenderal, ternyata Janssens seorang yang lemah dan kurang cakap. Pada saat Inggris melakukan serangan ke Jawa, Janssens tidak dapat berbuat banyak. Ia menyerah kepada Inggris dan menandatangani perjanjian yang disebut Kapitulasi Tuntang pada 17 September 1811. Di mana isi dari perjanjian tersebut yaitu seluruh militer Belanda yang berada di wilayah Asia Timur harus diserahkan kepada Inggris dan menjadi tawanan militer Inggris, utang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris, Pulau Jawa dan Madura serta semua pelabuhan Belanda di luar Jawa menjadi daerah kekuasaan Inggris. Atas dasar perjanjian tersebut Indonesia dikuasai Inggris dengan Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderalnya.
3. Kebijakan pemerintah pada masa Thomas Stamford Raffles (1811-1816)
a. Bidang ekonomi, diantaranya:
1) Menghapus kebijakan contingenten dari Daendels dan menggantinya dengan sistem sewa tanah (landrente).
2) Menjual tanah antara lain di Surabaya, Semarang, Surakarta, Priangan, dan Karawang kepada kalangan Partikelir.
3) Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi juga dihapuskan.
4) Penghapusan kerja rodi dan perbudakan.
5) Penghapusan sistem monopoli.
Sistem sewa tanah yang diterapkan oleh Raffles mengalami kegagalan, karena: besar kecilnya pajak bagi setiap pemilik tanah sulit ditentukan, jumlah pegawai yang sangat terbatas, masyarakat pedesaan belum mengenal uang.
b. Bidang pemerintahan diantaranya:
1) Membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan termasuk Yogyakarta dan Surakarta.
2) Membentuk Badan Pengadilan (landroad) di setiap karesidenan.
3) Menjadikan para Bupati sebagai pegawai pemerintahan dengan memberi gaji setiap bulan.
c. Sumbangan Raffles yang diberikan kepada Indonesia diantaranya:
1) Membentuk susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pengadilan Inggris.
2) Menulis buku yang berjudul History of Java.
3) Menemukan bunga Rafflesia-Arnoldi.
4) Merintis adanya Kebun Raya Bogor.
Karena adanya perubahan politik di Eropa, mengakibatkan pemerintahan di Indonesia juga berubah. Menyerahnya Kaisar Louis Napoleon Bonaparte kepada Inggris membuat Belanda lepas dari Prancis. Pada tahun 1814, Belanda dan Inggris melakukan pertemuan di London yang hasilnya termuat dalam Convention of London yang berisi penyerahan kembali daerah kekuasaan kepada pihak Belanda yang dulu direbut Inggris termasuk Indonesia. Penyerahan wilayah Hindia Belanda dari Inggris kepada Belanda berlangsung di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1816. Inggris diwakili oleh John Fendall dan Belanda diwakili oleh Mr. Ellout, van der Capellen dan Buyskes.
4. Kebijakan pemerintah kolonial Belanda II
a. Tanam paksa (cultuur stelsel)
1) Pengertian tanam paksa
Sistem tanam paksa adalah kebijakan yang mewajibkan petani menyerahkan tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasar internasional seperti kopi, teh, lada, kina, dan tembakau.
2) Latar belakang diberlakukannya tanam paksa
Latar belakang diberlakukannya tanam paksa yaitu untuk memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat agar utang Belanda cepat diatasi. Sistem tanam paksa dilaksanakan pada masa pemerintahan Johannes van den Bosch.
3) Ketentuan-ketentuan Tanam Paksa termuat di dalam Staatblat (Lembaran Negara) No. 22 Tahun 1834, yang isinya sebagai berikut:
a) Rakyat wajib menyiapkan 1/5 dari lahan garapan untuk ditanami tanaman wajib.
b) Lahan tanaman wajib bebas pajak, karena hasil yang disetor sebagai pajak.
c) Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak akan dikembalikan.
d) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib, tidak boleh melebihi waktu yang diperlukan untuk menanam padi.
e) Rakyat yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari dalam setahun di perkebunan atau pabrik milik pemerintah.
f) Jika terjadi kerusakan atau gagal panen, menjadi tanggung jawab pemerintah.
g) Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada para penguasa pribumi (kepala desa).
Dalam pelaksanaan tanam paksa banyak mengalami pelanggaran dari ketentuan semula, banyak petani dan pribumi yang sangat dirugikan. Pelanggaran yang lain yaitu adanya cultuur procenten (hadiah yang diberikan kepada pegawai tanam paksa bila dapat menyetorkan hasil melebihi ketentuan yang ditetapkan).
Dampak yang diakibatkan dari tanam paksa yaitu menimbulkan reaksi dari Belanda sendiri, di mana terjadi pertentangan antara golongan liberal dan humanis terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa. Tokoh yang menentang sistem tanam paksa diantaranya:
2) Edward Douwes Dekker (1820-1887) menulis buku Max Havelaar (1860) yang menceritakan tentang keadaan pemerintahan kolonial yang bersifat menindas dan korup di Jawa. Dalam bukunya tersebut ia menggunakan nama samaran yaitu Multatuli.
3) Fransen van de Putte menerbitkan artikel Suiker Contracten (perjanjian gula).
Menghadapi berbagai reaksi yang ada, pemerintah Belanda mulai menghapus sistem tanam paksa secara bertahap. Tanam paksa lada dihapus pada tahun 1860, tanam paksa nila dan teh dihapus pada tahun 1865. Dan sistem tanam paksa secara resmi dihapuskan pada tahun 1870 berdasarkan UU Landreform (UU Agraria).
b. Pelaksanaan politik pintu terbuka
Untuk mengganti sistem tanam paksa yang diterapkan Belanda di Indonesia, pemerintah Belanda menerapkan kebijakan politik liberal (politik pintu terbuka). Untuk melaksanakan politik tersebut pemerintah Belanda mengeluarkan UU Agraria tahun 1870, yang pokok-pokoknya berisi tentang: Pribumi diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha swasta; Pengusaha dapat menyewa tanah dari gubernemen dalam jangka waktu 75 tahun.
Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan UU Gula (Suiker Wet) tahun 1870. Isi dari UU ini yaitu: Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap; Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
c. Politik etis
Politik ini dikemukakan oleh van Deventer dan disebut politik balas budi karena Belanda memiliki banyak utang budi kepada rakyat Indonesia yang dianggap telah membantu kemakmuran Belanda. Dalam politik ini berisi tentang tiga hal yang sering disebut Trilogi van Deventer. Isi dari trilogi van Deventer yaitu: Irigasi (pengairan); Edukasi (pendidikan); Migrasi (perpindahan penduduk).
C. Perbedaan Pengaruh Kolonial
Kolonialisme sangat memengaruhi kehidupan di Indonesia. Pengaruh kolonial Barat mencakup aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Akan tetapi pengaruh di satu daerah dengan daerah lain dapat berbeda, hal ini tergantung dari adanya:
1. Persaingan bangsa Eropa dalam menguasai wilayah Indonesia sehingga diperlukan kekuatan untuk tetap mengusainya.
2. Daerah jajahan yang strategis dalam jalur pelayaran dan perdagangan internasional.
3. Perbedaan persebaran sumber daya alam dan sumber daya manusia.
4. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial.
Daerah Indonesia yang dijadikan sebagai pusat kolonial yaitu Pulau Jawa, selain itu di pulau ini juga dijadikan sebagai tempat perkebunan, pertanian, pertambangan, maupun pemerintahan. Sehingga Pulau Jawa lebih cepat berkembang bila dibanding dengan pulau-pulau lain di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar