A.
Zat Aditif
Pada Makanan
Zat aditif adalah zat-zat yang
ditambahkan pada makanan selama proses produksi, pengemasan atau penyimpanan
untuk maksud tertentu. Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan
pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk
mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses
pengolahan.
B. Macam zat aditif makanan
Pada awalnya zat-zat aditif
tersebut berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif
alami.Umumnya zat aditif alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan
kesehatan manusia. Adapun zat aditif alami diantaranya adalah bunga cengkeh,
pala, merica, dan cabai.
Akan tetapi, jumlah penduduk bumi
yang makin bertambah menuntut jumlah makanan yang lebih besar sehingga zat
aditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu, industri makanan
memproduksi makanan yang memakai zat aditif buatan (sintesis). Bahan baku
pembuatannya adalah dari zat-zat kimia yang tidak alami kemudian direaksikan.
Contoh zat aditif buatan adalah monosodium glutamat, natrium benzoat, dan
tartrazin.
C. Kegunaan zat aditif makanan
Berikut adalah beberapa kegunaan
dari zat aditif makanan
1. Penguat rasa
Di
Indonesia terdapat begitu banyak ragam rempahrempah yang dipakai untuk
meningkatkan cita rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai,
laos, kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam
rempah-rempah ini merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda
dan Portugis tempo dulu ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur
dengan makanan saat diolah, dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan.
Selain
zat penyedap cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil
sintesis bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil
sintesis:
a. oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicampur dengan zat penyedap ini;
b. etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada makanan;
c. amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang;
d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan terasa dan beraroma seperti buah apel.
a. oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicampur dengan zat penyedap ini;
b. etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada makanan;
c. amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang;
d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan terasa dan beraroma seperti buah apel.
Selain
zat penyedap rasa dan aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat
pula zat penyedap rasa yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan,
yaitu penyedap rasa monosodium glutamat (MSG). Zat ini tidak berasa, tetapi
jika sudah ditambahkan pada makanan maka akan menghasilkan rasa yang sedap.
Penggunaan MSG yang berlebihan telah menyebabkan “Chinese restaurant syndrome”
yaitu suatu gangguan kesehatan di mana kepala terasa pusing dan berdenyut. Bagi
yang menyukai zat penyedap ini tak perlu khawatir dulu. Kecurigaan ini masih
bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba menghindari untuk mengonsumsinya,
sudah tersedia sejumlah merk makanan yang mencantumkan label “tidak mengandung
MSG” dalam kemasannya.
Pada
pembahasan sebelumnya, kamu sudah mempelajari tentang pengelompokan zat aditif
berdasarkan fungsinya beserta contoh-contohnya. Perlu kamu ketahui bahwa suatu
zat aditif dapat saja memiliki lebih dari satu fungsi.
Seringkali
suatu zat aditif, khususnya yang bersifat alami memiliki lebih dari satu
fungsi. Contohnya, gula alami biasa dipakai sebagai zat aditif pada pembuatan
daging dendeng. Gula alami tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemanis,
tetapi juga berfungsi sebagai pengawet. Contoh lain adalah daun pandan yang
dapat berfungsi sebagai pemberi warna pada makanan sekaligus memberikan rasa
dan aroma khas pada makanan.
Untuk
penggunaan zat-zat aditif alami, umumnya tidak terdapat batasan mengenai jumlah
yang boleh dikonsumsi perharinya. Untuk zat-zat aditif sintetik, terdapat
aturan penggunaannya yang telah ditetapkan sesuai Acceptable Daily Intake (ADI)
atau jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang diperbolehkan dan aman bagi
kesehatan. Jika kita mengonsumsinya melebihi ambang batas maka dapat
menimbulkan risiko bagi kesehatan. Jika kita mengidentifikasi zat aditif yang
dipakai dalam makanan/minuman, lihatlah kemasan pada makanan/minuman tersebut.
2. Pemanis
Zat
pemanis berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan minuman. Zat
pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Zat pemanis alami. Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren. Selain itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari buahbuahan dan madu. Zat pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengonsumsi pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan. Orang-orang yang sudah gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan atau minuman yang mengandung pemanis alami terlalu tinggi.
a. Zat pemanis alami. Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren. Selain itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari buahbuahan dan madu. Zat pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengonsumsi pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan. Orang-orang yang sudah gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan atau minuman yang mengandung pemanis alami terlalu tinggi.
b. Zat pemanis
buatan atau sintetik. Pemanis buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia
sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energi. Oleh karena itu, orangorang
yang memiliki penyakit kencing manis (diabetes melitus) biasanya mengonsumsi
pemanis sintetik sebagai pengganti pemanis alami. Contoh pemanis sintetik,
yaitu sakarin, natrium siklamat, magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam
dan dulsin. Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi
dibandingkan pemanis alami. Garamgaram siklamat memiliki kemanisan 30 kali
lebih tinggi dibandingkan kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan
kalsium dari sakarin memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan dengan kemanisan
sukrosa 10%.
Walaupun
pemanis buatan memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami, kita perlu
menghindari konsumsi yang berlebihan karena dapat memberikan efek samping bagi
kesehatan. Misalnya, penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan
rasa makanan terasa pahit juga merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung
kemih. Contoh lain, garam-garam siklamat pada proses metabolisme dalam tubuh
dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina yang bersifat karsinogenik (senyawa yang
dapat menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat juga dapat memberikan efek
samping berupa gangguan pada sistem pencernaan terutama pada pembentukan zat
dalam sel.
3. Pengawet
Ada
sejumlah cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan atau
diminum walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan
cara menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan
dan minuman. Zat pengawet adalah zatzat yang sengaja ditambahkan pada bahan
makanan dan minuman agar makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau dan
rasanya tidak berubah, atau melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk
atau terkena bakteri/ jamur. Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan dan
minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin seminggu,
sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau minuman yang
dikemas dan dijual di toko-toko atau supermarket biasanya tercantum tanggal
kadaluarsanya, tanggal yang menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman
tersebut masih dapat dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan.
Seperti
halnya zat pewarna dan pemanis, zat pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat
pengawet alami dan zat pengawet buatan.
a. Zat pengawet
alami berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai untuk
mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan untuk
mengawetkan ikan.
b. Zat pengawet sintetik atau buatan merupakan
hasil sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai
pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium propionat dipakai untuk
mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat, asam sitrat, dan asam
tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat-zat tersebut,
ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau sendawa (NaNO3) yang
berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang
biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet
yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak boleh
dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang dimaksud, di
antaranya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan benda-benda, seperti
mayat atau binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet formalin untuk mengawetkan
makanan, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat
menimbulkan risiko kesehatan. Selain formalin, ada juga pengawet yang tidak
boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud adalah
pengawet boraks.
Pengawet ini
bersifat desinfektan atau efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba penyebab
membusuknya makanan serta dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga lebih
kenyal. Boraks hanya boleh dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti dalam
pembuatan gelas, industri kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks
termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi
kesehatan, di antaranya:
a. gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;
b. gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;
c. terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan
d. menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
a. gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;
b. gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;
c. terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan
d. menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
Walaupun tersedia
zat pengawet sintetik yang digunakan sebagai zat aditif makanan, di negara maju
banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang memakai pengawet sintetik. Hal ini
telah mendorong perkembangan ilmu dan teknologi pengawetan makanan dan minuman
tanpa penambahan zat-zat kimia, misalnya dengan menggunakan sinar ultra violet
(UV), ozon, atau pemanasan pada suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat
sehingga makanan dapat disterilkan tanpa merusak kualitas makanan.
4. Pewarna
Pemberian warna
pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan menarik
sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yang biasa
digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah:
a. Zat pewarna alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.9, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati, dan warna kuning merah dari wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia.
b. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia.
Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna. Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan minuman.
a. Zat pewarna alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.9, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati, dan warna kuning merah dari wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia.
b. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia.
Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna. Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan minuman.
Berdasarkan
sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye
merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye
biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan.
Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu
zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna
kelompok ini cocok untuk mewarnai produkproduk yang tidak boleh terkena air
atau produk yang mengandung lemak dan minyak.
5. Pengental
Pengental yaitu bahan tambahan
yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang
dicampurkan dengan air, sehingga membentuk kekentalan tertentu. Contoh
pengental adalah pati, gelatin, dan gum (agar, alginat, karagenan).
6. Pengemulsi
Pengemulsi (emulsifier)
adalah zat yang dapat mempertahankan dispersi lemak dalam air dan sebaliknya.
Pada mayones bila tidak ada pengemulsi, maka lemak akan terpisah dari airnya.
Contoh pengemulsi yaitu lesitin pada kuning telur, gom arab dan gliserin.
7.
Pemutih dan pematang tepung
Zat aditif ini dapat mempercepat
proses pemutihan atau pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu
pemanggangan. Contoh: Asam askorbat, aseton peroksida, dan kalium bromat
8.
Pengatur keasaman
Zat aditif ini dapat mengasamkan,
menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: asam asetat,
aluminium amonium sulfat, amonium bikarbonat, asam klorida, asam laktat, asam
sitrat, asam tentrat, dan natrium bikarbonat
9.
Anti kempal
Zat aditif ini dapat mencegah
pengempalan makanan yang berupa serbuk. Contoh: aluminium silikat (susu bubuk),
dan kalsium aluminium silikat (garam meja)
10.
Pengeras
Zat aditif ini dapat memperkeras
atau mencegah melunaknya makanan. Contoh: aluminium amonium sulfat (pada acar
ketimun botol), dan kalium glukonat (pada buah kalangan)
11.
Sekuestran
Adalah bahan yang mengikat ion
logam yang ada dalam makanan. Contoh: asam fosfat (pada lemak dan minyak
makan), kalium sitrat (dalam es krim), kalsium dinatrium EDTA dan dinatrium
EDTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar